Pages

Labels

Pengikut

Search

Copyright Text

Rabu, 14 Agustus 2013

Sup Batu


 http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSMWKDwirFc4lALLuNCf7Vti96j5murx3DFr8NFLayadxiUgQDU



Suatu ketika, ada 3 orang serdadu yang baru kembali dari medan perang. Mereka tampak lelah dan kelaparan. Mereka, lalu mendatangi sebuah desa kecil, dan berharap mendapatkan sedikit makanan disana. Warga desa, yang telah lama menderita akibat perang dan perseteruan, kini tak lagi ramah. Mereka lalu malah cepat-cepat menyembunyikan semua bahan makanan, ketika melihat kedatangan serdadu itu. Warga desa, menggelengkan kepala sambil berkata bahwa mereka tak punya makanan sedikitpun buat tiga serdadu yang kelaparan tadi.

Ketiga serdadu, berbisik satu sama lain. Lalu, seorang serdadu menghampiri tetua desa, dan mengatakan sesuatu. "Tanah dan ladang mu, sudah tandus, dan tak memberikan hasil apapun. "Maka dari itu," ujar serdadu pertama, "kami akan memberikanmu sedikit yang kami punya. Yaitu, bagaimana membuat sup dari batu, untuk semua warga desa disini"

Sang tetua dan warga desa terkejut. Mereka lalu menyiapkan perapian dan meletakkan tungku yang paling besar, di tengah bongkah-bongkah kayu itu. Mereka mulai menyulut api, saat serdadu itu meletakkan tiga buah batu yang halus di dalam tungku yang telah berisi air. "Sepertinya, ini akan menjadi sup yang paling enak", kata serdadu yang kedua, "Namun, akan lebih lezat jika di tambahkan dengan bumbu dan sedikit penyedap rasa."

Beberapa warga beranjak dari duduknya, dan berseru, "Ah sepertinya aku punya sedikit garam untuk ditambahkan dalam sup itu." Saat warga desa itu bergegas, beberapa yang lain, juga melakukan hal yang sama. Tak lama kemudian, mereka semua kembali dengan beberapa barang: bumbu, wortel dan daun bawang, makaroni, roti, keju, dan bahkan ada yang membawa sekerat daging. Ada juga yang membawa sebotol anggur untuk diminum. Bahan-bahan itu lalu mulai dicampurkan. Semuanya berkumpul mengelilingi tungku yang mulai mendidih itu.

Sup "ajaib" itu pun selesai. Serdadu ketiga mengambil sebuah sendok, dan mencicipi masakan itu. "Ah, sungguh sedap. Mari kita makan bersama." Mereka semua lalu makan bersama, menari dan bernyanyi hingga malam, bersama dengan teman-teman baru mereka.

Saat pagi menjelang, ketiga serdadu itu mendapati, semua warga desa berdiri di depan mereka. Didepannya tersaji roti dan keju terbaik yang ada di desa. "Kami semua berterima kasih kepada kalian, sebab, telah mau memberikan pemberian yang terbaik buat kami, warga desa. Kami tak akan melupakan rahasia membuat sup dari batu ini. Kemudian, serdadu yang ketiga menyeruak di tengah kerumunan. "Sebenarnya tak ada rahasia membuat sup. Semuanya telah jelas. Hanya dengan kebersamaanlah kita akan mampu menciptakan kebahagiaan. Dengan saling berbagilah kita akan dapat menikmati hidup ini lebih baik.

Akhirnya, semua serdadu itu mohon diri, dan kembali berjalan. Untuk terus membagikan: "rahasia membuat sup dari batu."

Nasi Bungkus....


Di suatu sore hari pada saat aku pulang kantor dengan mengendarai sepeda motor, aku disuguhkan suatu drama kecil yang sangat menarik, seorang anak kecil berumur lebih kurang 10 tahun dengan sangat sigapnya menyalip disela-sela kepadatan kendaraan di sebuah lampu merah perempatan jalan di Bandung . Dengan membawa bungkusan yang cukup banyak diayunkannya sepeda berwarna biru muda, sambil membagikan bungkusan tersebut, ia menyapa akrab setiap orang, dari tukang koran , penyapu jalan, tuna wisma sampai Pak Polisi.

Pemandangan ini membuatku tertarik, pikiran ku langsung melayang membayangkan apa yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya, apakah dia berjualan ? “Kalau dia berjualan apa mungkin seorang tuna wisma menjadi langganan tetapnya atau ? Untuk membunuh rasa penasaranku, aku pun membuntuti si anak kecil sampai di sebrang jalan, setelah itu aku langsung menyapa anak tersebut untuk aku ajak berbincang-bincang.

”Dek, boleh kakak bertanya ?” tanyaku.
“Silahkan kak” jawab adik kecil.
“Kalau boleh tahu yang barusan Adik bagikan ketukang koran, tukang sapu, peminta-minta
bahkan pak polisi, itu apa ?” tanyaku dengan heran.
“Oh.. itu bungkusan nasi dan sedikit lauk kak, memang kenapa kak?” dengan sedikit heran,
sambil ia balik bertanya.
”Oh... tidak. Kakak cuma tertarik cara kamu membagikan bungkusan itu, kelihatan kamu sudah terbiasa dan cukup akrab dengan mereka. Apa kamu sudah lama kenal dengan mereka?”

Lalu, Adik kecil ini mulai bercerita,
“Dulu… aku dan ibuku sama seperti mereka hanya seorang tuna wisma, setiap hari bekerja hanya mengharapkan belaskasihan banyak orang, dan seperti kakak ketahui hidup di Jakarta begitu sulit, sampai kami sering tidak makan, waktu siang hari kami kepanasan dan waktu malam hari kami kedinginan ditambah lagi pada musim hujan kami sering kehujanan.”

“Apabila kami mengingat waktu dulu…  kami sangat sedih, namun setelah ibuku membuka warung nasi, kehidupan keluarga kami mulai membaik. Maka dari itu ibu selalu mengingatkanku, bahwa masih banyak orang yang susah seperti kita dulu, jadi kalau saat ini kita diberi rejeki yang cukup, kenapa kita tidak dapat berbagi kepada mereka.”

”Yang ibuku selalu katakan ‘hidup harus berarti buat banyak orang ‘,
karena pada saat kita kembali kepada Sang Pencipta tidak ada yang kita bawa,
hanya satu yang kita bawa yaitu kasih kepada sesama serta Amal dan Perbuatan baik kita,
kalau hari ini kita bisa mengamalkan sesuatu yang baik buat banyak orang , kenapa harus ditunda.”

”Karena menurut ibuku umur manusia terlalu singkat, hari ini kita memiliki segalanya, namun satu jam kemudian atau besok kita dipanggil Sang Pencipta, apa yang kita bawa?”

Kata-kata adik kecil ini sangat menusuk hatiku, saat itu juga aku merasa menjadi orang yang tidak berguna, bahkan aku merasa tidak lebih dari seonggok sampah yang tidak ada gunanya, dibandingkan adik kecil ini.

Aku yang selama ini merasa menjadi orang hebat dengan pendidikan dan jabatan tinggi,
namun untuk hal seperti ini, aku merasa lebih bodoh dari anak kecil ini, aku malu dan sangat malu. Ya.. Tuhan,  ampuni aku, ternyata kekayaan, kehebatan dan jabatan tidak mengantarku kepadaMu.

Hanya Kasih yang sempurna serta Iman dan Pengharapan kepada-Mu lah yang dapat mengiringiku masuk ke Surga. Terima kasih adik kecil, kamu adalah malaikat ku yang menyadarkan aku dari tidur nyenyakku.

...

Sahabat yang hebat...
Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan...

Janganlah ragu , mulailah dari sekarang membiasakan diri berbagi dan memberi walaupun itu untuk perkara-perkara kecil ....MALULAH kita kepada TUHAN , berapa besar rizki yang DIA berikan untuk kita dan BERAPA BANYAK yang kita berikan untuk NYA ....?